Geng Cinta yang tergambar di film Ada Apa Dengan Cinta? (2020) seakan menjadi trendsetter yang bikin semua kaum cewek pengin punya geng kayak mereka. Yang asyiknya kayak mereka, yang seru kayak mereka, yang bisa saling ngertiin satu sama lain kayak Cinta, Maura, Milly, Karmen dan Alya.
Masalahnya, in real life, kadang hidup kan belokannya nggak bisa direncanakan kayak di film, ya. Ada saja struggling dan tantangannya. Gue sendiri juga ngerasain ada beberapa orang yang dirasa akan jadi teman selamanya, tapi malah sudah nggak pernah berkabar lagi sejak lama.
Jadi di #30dayswritingchallenge hari ini gue akan membahas satu persatu sahabat gue tanpa menyebutkan nama-nama mereka. Gue yakin saat mereka baca tulisan ini pun mereka akan sadar mereka yang mana. Lol.
When I talk about my friends who may have talked about me
 |
https://www.unsplash.com |
Ini judulnya memang sengaja gue bikin kayak salah satu film yang gue suka garapan Mouly Surya yaitu ‘What They Don't Talk About When They Talk About Love’. Ada kisah persahabatan di film itu yang bikin gue gemes dan haru. Yah, andai hidup bisa terus semenarik itu.
Kalau ngomongin soal teman atau sahabat, kadang gue bingung musti mulai dari mana. Sebab sahabat yang gue punya juga bisa dibilang nggak begitu banyak. Jadi mari mulai membahas dari pas gue kecil aja, ya.
1. Teman Dibully Bareng
Waktu gue SD, ada seorang anak pindahan yang kemudian langsung gue todong duduk bareng gue. Sikap bossy dan (sok) mengintimidasi dari kecil membuat gue berhasil bikin anak cewek ini duduk sebangku gue.
Perawakannya tinggi, mirip gue dan dia juga pinter. Nggak disangka memasuki kelas lima sampai enam, gue dan dia jadi korban risak teman kami sendiri. Teman satu kelompok kami sendiri. Bayangin aja. Selama dua tahun gue menderita batin karena terus menerus dirisak, disindir, dinyinyirin, disalah-salahin.
Yang paling gue inget kemudian kami menangis berjamaah di toilet sekolah saat itu dan mengutuk serta menyumpahi agar anak lelaki songong tak tahu diri itu merasakan akibatnya di kemudian hari. Eh, entah karena kutukannya bekerja atau memang sudah jalan takdirnya, saat lulusan SD, dia tidak lulus.
Sahabat gue yang itu, masih keep in touch sampai sekarang. Karena hingga masuk SMP, kami masih bersama-sama. Hanya pas SMA kami sempat kehilangan kontak cukup lama. Terima kasih Facebook karena telah membuat kami bertemu lagi.
2. Teman Makan Siang Bareng
Saat gue kelas dua SMP, akhirnya gue sekelas lagi sama sahabat gue dari kecil itu. Kami sebangku lagi, kayak reuni. Nah, di kelas ini lah hidup gue seakan ketambahan personil baru. Awalnya sih gue ogah bergaul karena dia anak guru. Tapi lama kelamaan, malah klop banget.
Dulu itu kayaknya yang bisa bikin kami dekat karena lokasi tempat duduknya sebelahan dengan kami (gue dan sahabat gue yang pertama tadi). Dan dia suka narik kursi ke dekat meja kami pas jam makan siang dan makan siang bareng.
Sampai kemudian selepas SMP kami masuk SMA yang tidak searah. Semuanya berpencar. Gue juga kaget nggak ada yang satu SMA sama gue sekarang. Terus baru bertemu lagi di tahun 2015 kalau nggak salah dan bisa keep in touch lagi.
Cuma beberapa bulan lalu ada something yang terjadi antara kami. Awalnya gue pikir itu kesalahpahaman. Tapi setelah lama gue telusuri dan introspeksi, ternyata itu guenya aja yang lagi drama.
Mungkin saat itu dia nya juga lagi tidak siap menerima gue yang sedang sulit dihadapi. Bersitegang? Bisa jadi. Yang jelas, hubungannya jadi tidak secair dan sehangat dulu. Tapi gue masih berharap kalau kami bisa nyatu dan temenan lagi kayak biasa. Cuma kalau itu adalah keinginan yang ketinggian, gue berharap dia baik-baik saja.
3. Teman Kembar
Sebenarnya mereka tidak kembar dalam arti yang sebenarnya, sih. Tapi ada beberapa kesamaan dan kemiripin dari segi wajah. Hal tersebut bisa terjadi karena mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama. Dua cewek ini juga adalah dua personil yang masuk setelah sahabat gue yang kedua tadi.
Sampai kemudian kami berempat sok asyik bikin geng yang namanya Masakan Nyokap. Jadi dulu itu ada film judulnya 30 Hari Mencari Cinta. Nah, salah satu gebetan si Gwen itu bikin lagi judulnya Masakan Nyokap. Berhubung kami lagi movie time bareng kala itu, jadi dari situlah nama Masakan Nyokap muncul. Sungguh tidak inspiratif, ya. Haha.
Dua teman kembar gue ini sudah sama-sama menikah. Yang pertama sudah punya dua krucil sepasang cewek cowok yang gemesin. Yang kedua masih sibuk dan enjoy sebagai wanita karir. Tapi dari postingan whatsapp yang gue kepoin sih, hidup mereka baik-baik saja dan tetap asyik.
4. Teman Beranjak Dewasa
Di masa remaja-dewasa gue, gue punya teman satu ini. Kami ketemu dan kenal di SMA, dan semenjak itu gue punya dia sebagai sahabat yang ngertiin dan hampir selalu ada. Anaknya pendiem, nggak banyak omong. Dulu. Sekarang sudah beda cerita. Dia bahkan jadi lebih cerewet dari biasanya. Haha.
Fakta menariknya, teman gue satu ini kawin eh nikah sama temen SMP gue. Iya, gue yang ngenalin memang. Cuma kalau nggak jodohnya, ya tetap nggak bakal jadi kan?! Jadi karena memang jodoh saja.
Gue sama dia juga sempat nggak ada kontakan selama beberapa lama. Bahkan pas doi kawinan aja gue nggak datang. Saat itu ada di salah satu postingannya, dia menyebutkan tentang pertemanan dewasa yang minim drama.
Mungkin tidak secara eksplisit ditujukan buat gue, tapi gue merasa ucapannya menyentil gue. Gue sadar karena saat itu gue masih tidak dewasa dan banyak drama. Dia yang lebih dewasa dan mau legowo ngadepin sifat gue yang itu dan akhirnya kami berjarak untuk beberapa waktu.
Tapi sekarang semuanya sudah membaik kok. Kami sudah bertemu, duduk dan minum bareng. Kami juga sudah berbincang tentang satu sama lain selama berjauhan itu. Gue harap kedepannya akan selalu baik-baik saja.
5. Teman Pesan-Antar
Ya, teman gue yang satu ini bukanlah perempuan seperti empat sebelumnya. Tapi nyamannya gue sama dia sama kayak nyamannya gue ke temen-temen perempuan gue yang lain. Mungkin karena dia sompral dan aneh juga, sih. Makanya kami cocok berteman sampai sekarang.
Kenapa gue menamainya teman pesan-antar bukan karena doi kang ojol. Tapi, karena di beberapa kesempatan gue kerap merepotkan dia dengan memesan (menjemput) dan mengantar gue balik. Padahal jarak rumah kami tentu saja tidak searah.
Teman gue yang satu ini juga pernah mengalami pahit getirnya menjalin hubungan yang ditusuk dari belakang #ehgimana. Diselingkuhi, maksudnya. Dan itu pertama kalinya gue melihat dia tampak putus asa, pasrah tapi juga merasa terluka.
Saya jadi iba dan hampir kasih racun tikus untuk memberikan jalan keluar atas segala masalahnya. Tapi dia adalah cowok yang tegar, padahal bukan Rossa. Jadi dia bisa menghadapi masalahnya dan akhirnya kini sudah move on (gue rasa).
6. Teman Nangis di Tangga
Teman gue satu ini adalah teman seperjuangan sepenanggungan saat gue merintis karir nulis gue di Jakarta. Teman gue ini adalah seorang anak Tuhan yang taat dan hampir tidak pernah bolong pergi ibadah ke Gereja.
Siapa sangka, saat itu dia menjalani cinta satu arah dengan seorang anak band di Gerejanya. Sebenarnya saat itu dia sudah diberi tanda-tanda untuk tidak berharap banyak sama si abang ini. Tapi namanya cinta ya kan, bakal susah meski dikasih nasihat. *pesan gue, jangan pernah nasehatin orang yang lagi cinta-cintanya sebab hanya akan jadi hal percuma.
Gue pernah sekali waktu dia balik dari gereja dan gue lagi mau masak buat makan malam, tiba-tiba dia mewek gitu aja. Sebuah peristiwa membuat dia merasa tidak dihargai oleh si abang musisi tadi.
Padahal gue sudah melihat dan merasa, cuma lo nya keras kepala. Ingin gue mengucapkan kalimat itu sama dia. Tapi kan gue teman yang bersimpati, jadi gue menahan diri untuk tidak makin bikin dia merana.
Sekarang dia sudah menemukan abang-nya yang baru. Yang pastinya sayang dan mencintai dia tanpa perlu bertaruh apa-apa. Abang musisinya ke mana? Ke laut, nyari ikan yang bisa membudaki dia.
7. Teman Kantor yang Jadi Lover
Berawal dari nonton Coco bareng, gue seolah dapet kesempatan untuk mengirimkan sinyal perasaan sama mas-mas itu. Gila, nggak peka nya ampun dah ah. Jadi, pacar gue yang sekarang awalnya hanya desainer di kantor lama gue yang cukup sering gue repotin.
Mengenal dia selama empat bulan bikin gue mengamati dan ngenalin dia lebih dekat. Sampai akhirnya dia menyadari sinyal itu dan… disinilah kami sekarang. Nyaris tiga tahun bersama. Haha. Kalau membicarakan tentang dia nggak akan cukup dengan satu bagian di artikel saja.
Kalau ada challenge buat ngebicarain dia, pasti gue bakal update lagi.
8. Teman Ghibah Urusan Dewasa
Teman nulis gue ini adalah pembaca puisi yang selalu bikin gue merinding. Kalau lihat dia berpuisi, dijamin lo bakalan bisa merasakan pesan dari puisi tersebut. Ya, kesan itulah yang gue dapet saat lihat dia membaca puisi di Taman Ismail Marzuki. Mungkin dari sana juga awal perkenalan kami.
Tapi, kami baru akrab banget dan ngobrol ya belum lama ini sebenarnya. Isi obrolannya? Permasalahan orang dewasa dan segala dramanya tentu saja. Dari masalah cinta, jodoh, urusan tempat tidur sampai zodiak. Random, ya.
Teman gue yang ini masih cari jodoh masa depannya. Denger-denger sih cowok yang cerdas secara emosi dan dewasa secara sikap. Nggak seganteng Afgan nggak apa-apa. Asal pas diajak ngobrol bisa dua arah dan nggak bisu kayak boneka. Begitu kan ya, Kak, kriterianya?
9. Teman Minum Boba
Dua teman kecil gue ini adalah keponakan gue sendiri. Kesayangan gue, kecintaan gue, dua puteri raja gue. Yang tanpa mereka, gue rasa gue nggak bakalan punya keseruan luar biasa. Kakak dan dedek punya karakter yang bertolak belakang.
Kakak si fotogenik yang rajin belajar. Dedek yang tampak memiliki minat seni dagang yang cukup tinggi dan belajar bukanlah passionnya. Dua-duanya manis dan nggak pernah ragu nunjukin sayangnya ke gue. Dari dua temen kecil gue ini gue mendapat banyak pelajaran.
Kesabaran, keikhlasan, ketelatenan dan cinta. Makasih ya, Nak.
Demikianlah pembahasan gue tentang teman-teman gue yang cukup berpengaruh dan membuat gue bertumbuh. Terimakasih untuk banyak kesempatan dan kebersamaannya. Buat seru-seruannya. Maafkan jika memang gue pernah drama dan bikin kalian terluka.
Peluk sayang.
rgrds/hl